"Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan."


Langkah,
sayup gemuruh senja yang keruh
takkala garis nasib melengkung di ujung gerimis
memilih cakrawala serintik tak berlapis awan menjulang
kembali burung-burung selatan pada sepucuk ilalang rindu

Rezeki,
ucap pertama lalu pengampunan berbisik
suci menadah penyesalan
kurenung keikhlasan
menemui
-Mu

Pertemuan,
di akhir tahun dengan sembari nyanyian sepi
pagi menembus tabir-tabir sunyi
petang menempuh buana doa
malam menjelma penjara
menepi di ujung
letih

takdir mengerti
di akhir titik
:Mati

"Aku hanya sekedar memastikan pada jiwaku, bahwa keindahan-keindahan itu tetap ada dan tetap hidup serta bersemayam dalam kesunyian ragaku. Sekiranya hati itu harus merangkak dalam selubung kabut kegetiran atau pun berada dalam kematian panjang, penderitaanlah yang menuntun jiwaku semakin tegar dan bisa bertahan di sampai hari ini. - Duka Cita - Keluh Pesah - Kesedihan - Gelak tawa kebahagian sungguhku tak bisa di pungkiri rasa itu ."

Sabtu, Januari 31, 2009

Lelaki Muda dan Sebuah Rambu Menikung


: 51-374
IA bertatapan mata dengan rambu itu,
sebelum salah satunya membuang muka.
"Jangan pandangi aku dengan curiga,"
kata panah patah, menunjuk ke entah.
Itu potretmu, di suatu malam, di suatu
jalan menikung, di suatu Banda Aceh.
Adakah terpotret juga kecemasan itu?
Kau seperti ingin menyanyikan lagu
yang dulu kudengar di televisi ketika
menyirkan mahagelombang berulang-ulang