"Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan."


Langkah,
sayup gemuruh senja yang keruh
takkala garis nasib melengkung di ujung gerimis
memilih cakrawala serintik tak berlapis awan menjulang
kembali burung-burung selatan pada sepucuk ilalang rindu

Rezeki,
ucap pertama lalu pengampunan berbisik
suci menadah penyesalan
kurenung keikhlasan
menemui
-Mu

Pertemuan,
di akhir tahun dengan sembari nyanyian sepi
pagi menembus tabir-tabir sunyi
petang menempuh buana doa
malam menjelma penjara
menepi di ujung
letih

takdir mengerti
di akhir titik
:Mati

"Aku hanya sekedar memastikan pada jiwaku, bahwa keindahan-keindahan itu tetap ada dan tetap hidup serta bersemayam dalam kesunyian ragaku. Sekiranya hati itu harus merangkak dalam selubung kabut kegetiran atau pun berada dalam kematian panjang, penderitaanlah yang menuntun jiwaku semakin tegar dan bisa bertahan di sampai hari ini. - Duka Cita - Keluh Pesah - Kesedihan - Gelak tawa kebahagian sungguhku tak bisa di pungkiri rasa itu ."

Rabu, Desember 31, 2008

Doa Penghubung Rindu

Sunyi di balik senyuman murung tertanam seribu duka yang berbalut kehangatan semu, untaian nafas mendesah seakan lagi bersenggama dengan angin malam.

Pamit luka di ujung gerimis dengan bungkus kepedihan berlari tanpa arah, terhimpit resah jerit hati menebar aroma kesetiaan akan rindu telaga kebahagiaan.

Telah begitu lama tergusur terkubur di bukit-bukit masa,maka sudah waktunya semua kembali bangkit dari coret pena hitam kenangan.

Janji suci yang terucap akan kulumat menjadi debu sebelum tersobek-sobek,tergulung-gulung,terbanting-banting,diremas-remas hingga luluh oleh amarah mimpi.

Dalam semesta pilu kutangkap suara-suara gelisah, aku gamang tak tahu apa yang harus kuperbuat?

Kupekik,kusesali,kucaci-maki,kubenarkan dan kusalahkan laksana pertanyaan yang tak kunjung jelas.

Walau gema riuh kepahitan masih membekas
Cukup syair kusembah sebagai doa penghubung rindu

Banda Aceh , Desember 2008

Rabu, Desember 17, 2008

Pesan Indatu

Do kuda idang
Bak Keutapang di teungoh nanggroe
Oh rajek gata hai ulee balang
Jak tulong prang bila nanggroe
Jak kutimang prak
Boh ate nyak beurijang raya
Bek tasurot meung sitapak
Oh meurompak ngon musoh ja


Lebih mesra titir burung di dahan yang di bawahnya aliran sungai yang pasti ke kuala, dengan bahasa kebahagian di waktu senja. Lembayung memilih jalan mentari sebagai sirna berganti hening malam.
Ketika malaikat turun berganti tugas dengan sayap rahmatnya melihat pencari surga melepaskan segala penat aktifitas , sementara bidadari lantunkan gurindam pujian bak rebana penuh gemuruh hentakan balutan sutera putih dari nirwana menyelimuti para pencari rahmat.

Seperti dipacu waktu, dikejar masa, di nanti galauan mendera kegelisahan hati melanda jiwa risau resah gelisah duka lara nestapa.

Di alam kehidupan manusia menelungkup menelan penyesalan di ranjang bambu, belum reda mengerang meringis was-was mengaduh kesakitan luka jalan, Jangan salahkan orang lain pintu masukmu kau lewat belakang mengapa?
Seakan depan hanya cermin bagi pikirmu jalur khusus belum tentu lurus kau pontang panting bingung kesandung cobaan, pikirkan lebih jauh pertimbangkan sebelum melangkah di buas harimau hati. Sebelum menelan kepahitan jalur khusus belum tentu lurus patut di waspadai !


Rajutkan getir
Bersama jaluran takdir

Di pakai nya
Mahkota fikir
Di letakan nya
Permata hati

Dirajutnya
Sobekan rasa
Jaringan demi jaringan
Luka
Antara tusukan jarum
Pilu

Di gumpalnya benang masa
Kusut bergelombang
Dengan jalinan takdir

Dirajut duka
Bersulam cinta

Seulas senyuman yang hadir dibalik topeng malam mu, bak lubang bagai kostum mimpiku. Seakan jejak yang hadir setiap perenungan hendak kemana pemburu cinta mencari segelas anggur untuk menemani hening malam?

Yang sekan keindahan dayang-dayang memasuki pintu gerbangnya, terlihat beberapa tiang jiwa penyanggah yang kokoh menjulang tinggi sampai ke tebing raga yang sendu. Dan bola lampu hias yang berpendar indah menghias dan menerangi seisi bangunan kasih.

Telah bahagia kurasakan dari kartu gelapanmu yang getir, bila jiwaku mampu mengukir dan menghampiri keindahan ini di setangkup bahagia derai air mata di tengah pasar malam yang gundah menunggu sebait irama di bibirmu.

Rabu, Desember 10, 2008

Petaka Langit

Tuhan marahkah kau padaku
Inikah akhir duniaku
Kau hempaskan jarimu di ujung banda
Tercenganglah seluruh dunia

Tuhan mungkin Kau abaikan
Tak ku dengarkan peringatan
Kusakiti engkau sampai perut bumi

Maafkan kami ya robbi

Engkau yang perkasa pemilik semesta
Biarkanlah kami songsong matahari

Engkau yang pengasih ampunilah dosa
Memang semua ini kesalahan kami

Oh... Tuhan ampuni kami
Ou..oh... Tuhan tolonglah kami
Tuhan ampuni kami
Tuhan tolonglah kami

Indonesia Menangis
oleh:
Sherina


:Aceh 26 Desember 2004:

Hari Minggu, 26 Desember 2004 saat itu ibu pertiwi berduka dan alam sedikit mengetuk tanda kebesaran NYA hingga Indonesia menangis.



Berlarian bagai jejeran semut senja
Panik sembraut wajah yang kosong
Sejuta mimpi tertatih langkah
Menapak jarak terentang-rentang

Mengayun . .

Mengulung Ombak lara kepedihan

Mencari arah dan tujuan berusaha lepas dari petaka langit, "dimana kau bisa bersembunyi dari azab kecil-KU". Gelap serasa mencekam tanpa kicau burung tanpa gemirisik dedaunan yang terdengar hanya deru air yang menderas mendung semakin mencekam seakan mengancam alam pesona mu Serambi Mekah.

lembut nian tanda-tanda selendangku kan?
merebah, menghampiri, menyapa duhai kau durjana. .

ini kemurkaan-Ku !!

Maka saksikanlah “Inilah Murka sekaligus Rahmat-Ku”.

Maka saksiakanlah “Inilah kemahakusaan dan Kebesaran-Ku”

Maka saksikanlah “Inilah Kehendak-Ku, yang tak terbantahkan oleh apa pun juga”

Apakah engkau sudah tak lagi mengharapkan rahmat dan ridha-Ku ?

hidup terus hidup tanpa lari dari putaran waktu yang mengulas kehidupan, merasuk kering dalam sumsum nafsu menusuk hati mengiris hati yg membatu hingga menerka-nerka Izrail datang.