"Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan."


Langkah,
sayup gemuruh senja yang keruh
takkala garis nasib melengkung di ujung gerimis
memilih cakrawala serintik tak berlapis awan menjulang
kembali burung-burung selatan pada sepucuk ilalang rindu

Rezeki,
ucap pertama lalu pengampunan berbisik
suci menadah penyesalan
kurenung keikhlasan
menemui
-Mu

Pertemuan,
di akhir tahun dengan sembari nyanyian sepi
pagi menembus tabir-tabir sunyi
petang menempuh buana doa
malam menjelma penjara
menepi di ujung
letih

takdir mengerti
di akhir titik
:Mati

"Aku hanya sekedar memastikan pada jiwaku, bahwa keindahan-keindahan itu tetap ada dan tetap hidup serta bersemayam dalam kesunyian ragaku. Sekiranya hati itu harus merangkak dalam selubung kabut kegetiran atau pun berada dalam kematian panjang, penderitaanlah yang menuntun jiwaku semakin tegar dan bisa bertahan di sampai hari ini. - Duka Cita - Keluh Pesah - Kesedihan - Gelak tawa kebahagian sungguhku tak bisa di pungkiri rasa itu ."

Kamis, Juni 04, 2009

dari celah gerimis aku ingin menyelinap menjengukmu

dari celah gerimis aku ingin menyelinap menjengukmu, tiada rebah tubuh ini kehilangan kabar hingga bisa memelukmu. dan selalu kurenungi setiap pencarian makna, menangkap getar rindu ini, menujumu.

entah angin yang kutunggu, agar dapat rebah dalam gerai rambutmu mencari guratan-guratan luka. yang kau sematkan menjadi sebuah janji, tak bisa ku sentuh sebelum malam menjadi mimpi.

tapi airmataku seperti suaramu. dalam resah mampu menenangkan sepiku. mengalirkan galau. lalu menitiskan duka dalam tubuh ini. Isyarat itu pun menjelma menjadi doa kala berubah menjadi

puisi rindu tak kunjung selesai.

Sabtu, Mei 16, 2009

Gerimis Itu


gerimis itu luka bait hujan yang
menangkup suara jerit butiran rindu

gerimis itu sobekan gelisah hati
terperangkap janji pada resah angin

gerimis itu selimut air mata
dingin maknai kisah sebagai mimpi

gerimis itu isyarat gigil puisi
dalam bahasa jemari yang hening

gerimis itu seharusnya kemesraan cuaca
memberi senyum pada duka membagi cerita tegar

gerimis itu mengemas perjalanan dibalik nama
menghapus sunyi pada tampias kenangan

Jumat, Mei 15, 2009

gerak bulan semakin mesra mengajakku pulang

gerak bulan semakin mesra mengajakku pulang. melangkah menyusuri bintang ke bintang. mencari sosok keindahan metafora malam, dalam setiap perjalanan, dalam setiap kisah, mengakhiri setiap roman cerita. semilir angin melukiskan kerinduan embun pada padang rumput yang basah.

gerak bulan semakin mesra mengajakku pulang. heningnya wajah kota menyelimuti sunyi, tertata rapi bangunan tua, menjadi saksi bisu hikayat cinta. muram mataku menyusun kembali memori terlupakan oleh kenangan. seolah memiliki nikmat mereguk kisah, dalam menggilas lembar mimpi yang dingin.

Sabtu, Mei 09, 2009

tangkaplah gemuruh sebagai tandaku

sisa gerimis semalam tinggalkan perih
rindu merintik dalam butiran luka
basah puisi tidaklah menyudahi jemari
menulis pada tanah yang lembab

semilir sunyi merebahkan hasrat, pada
hembusan sepotong awan tak sempurna

langit menuangkan deras gelisahmu
dari balik hujan kau mengirim kabar
tangkaplah gemuruh sebagai tandaku
hampa menampung setangkup janjimu

Selasa, Mei 05, 2009

Membilas Kenangan

cinta, kau pernah bercerita padaku
awan tipis di gurat kaki langit berarak
melambat ke bibir senja, seperti
jejak perjalanan kisah kita

di tenggukmu sesayup dosa menyapa
serampan kerinduanku, tersematkan
ragu di balik punggungku menunggu
kebahagian sambil membilas kenangan

cinta, kini awan meresahkan jejak kita
menyimpan kekeliruan senja bercerita
biarlah kesedihan langit menumpahkan
kelemahan kisah kita di batas angin

Sabtu, Mei 02, 2009

Metafora Surat

sebaris rindu hendak kutulis menyusupi tubuh kertas, meliang
berairkan air mata mengalir deras pada rongga dada alinea
sepercik sunyi dalam paragraf menyusuri keutuhan tangisku
melarut kata pilu celah jariku kepalkan debar rasa gelisah

seolah mengerti jemari ini merangkai sebait perpisahan
setegar barisan huruf menjamu larik-larik kisah kita
rangkaian doa terlantun dalam setiap mencatat namamu
wangi puisi melipat nafasmu membaca dukaku abadi

Jumat, Mei 01, 2009

Gamang Di Bibirmu


menjelang hari ulang tahun perkawinan kita
yang jatuhnya tepat pada dini hari nanti, kau
wanita setia penyulam nafasku dari celah-celah
bening alismu mengajariku caranya bersyukur

kini memasuki usia dua puluh empat tahun
kehadiranmu menemani bait-bait puisiku
melukiskan cemas, menata kata dalam menulis
makna kehidupan begitu roman kesederhana cinta

gamang di bibirmu menyimpan resah , mataku
mencuri pandang setiap gerak tubuhmu
bila kuingat tentang masa susah kita yang indah
mengembalikan catatan rindu terlupakan