"Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan."


Langkah,
sayup gemuruh senja yang keruh
takkala garis nasib melengkung di ujung gerimis
memilih cakrawala serintik tak berlapis awan menjulang
kembali burung-burung selatan pada sepucuk ilalang rindu

Rezeki,
ucap pertama lalu pengampunan berbisik
suci menadah penyesalan
kurenung keikhlasan
menemui
-Mu

Pertemuan,
di akhir tahun dengan sembari nyanyian sepi
pagi menembus tabir-tabir sunyi
petang menempuh buana doa
malam menjelma penjara
menepi di ujung
letih

takdir mengerti
di akhir titik
:Mati

"Aku hanya sekedar memastikan pada jiwaku, bahwa keindahan-keindahan itu tetap ada dan tetap hidup serta bersemayam dalam kesunyian ragaku. Sekiranya hati itu harus merangkak dalam selubung kabut kegetiran atau pun berada dalam kematian panjang, penderitaanlah yang menuntun jiwaku semakin tegar dan bisa bertahan di sampai hari ini. - Duka Cita - Keluh Pesah - Kesedihan - Gelak tawa kebahagian sungguhku tak bisa di pungkiri rasa itu ."

Sabtu, Mei 02, 2009

Metafora Surat

sebaris rindu hendak kutulis menyusupi tubuh kertas, meliang
berairkan air mata mengalir deras pada rongga dada alinea
sepercik sunyi dalam paragraf menyusuri keutuhan tangisku
melarut kata pilu celah jariku kepalkan debar rasa gelisah

seolah mengerti jemari ini merangkai sebait perpisahan
setegar barisan huruf menjamu larik-larik kisah kita
rangkaian doa terlantun dalam setiap mencatat namamu
wangi puisi melipat nafasmu membaca dukaku abadi