"Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan."


Langkah,
sayup gemuruh senja yang keruh
takkala garis nasib melengkung di ujung gerimis
memilih cakrawala serintik tak berlapis awan menjulang
kembali burung-burung selatan pada sepucuk ilalang rindu

Rezeki,
ucap pertama lalu pengampunan berbisik
suci menadah penyesalan
kurenung keikhlasan
menemui
-Mu

Pertemuan,
di akhir tahun dengan sembari nyanyian sepi
pagi menembus tabir-tabir sunyi
petang menempuh buana doa
malam menjelma penjara
menepi di ujung
letih

takdir mengerti
di akhir titik
:Mati

"Aku hanya sekedar memastikan pada jiwaku, bahwa keindahan-keindahan itu tetap ada dan tetap hidup serta bersemayam dalam kesunyian ragaku. Sekiranya hati itu harus merangkak dalam selubung kabut kegetiran atau pun berada dalam kematian panjang, penderitaanlah yang menuntun jiwaku semakin tegar dan bisa bertahan di sampai hari ini. - Duka Cita - Keluh Pesah - Kesedihan - Gelak tawa kebahagian sungguhku tak bisa di pungkiri rasa itu ."

Kamis, April 23, 2009

Hari Kesekian Pertemuan Kita


- selubung kabut kegetiran di bibirmu menimbun kecemasan
terompah catatan frase yang tertinggal di wajahku, mengeja
guratan kisah hingga labil tak asing, berderai mengendap resahnya

hari kesekian pertemuan kita di taman kota. tak ada yang berubah, hanya kursi yang semakin lapuk. dan semak daun-daun kesetiaan berguguran letih, tersapu angin, begitu akrab terapung di kolam. yang katamu airnya tak pernah mengering, seperti doktrin rasa cintaku menyelinap di sela gemericik hatimu.

sisa mulutku di bibirmu membasuh cemas. takut tak ada lagi cahaya, kehilangan nafas panjang tuk hari pertemuan selanjutnya. aku dengar desahanmu melukiskan elegi kesunyian, debarlah yang membalut kasa kesabaranku menjaga hingga senja menjelang. entah berapa helai hari lagi

kesekian pertemuan kita?