"Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan."


Langkah,
sayup gemuruh senja yang keruh
takkala garis nasib melengkung di ujung gerimis
memilih cakrawala serintik tak berlapis awan menjulang
kembali burung-burung selatan pada sepucuk ilalang rindu

Rezeki,
ucap pertama lalu pengampunan berbisik
suci menadah penyesalan
kurenung keikhlasan
menemui
-Mu

Pertemuan,
di akhir tahun dengan sembari nyanyian sepi
pagi menembus tabir-tabir sunyi
petang menempuh buana doa
malam menjelma penjara
menepi di ujung
letih

takdir mengerti
di akhir titik
:Mati

"Aku hanya sekedar memastikan pada jiwaku, bahwa keindahan-keindahan itu tetap ada dan tetap hidup serta bersemayam dalam kesunyian ragaku. Sekiranya hati itu harus merangkak dalam selubung kabut kegetiran atau pun berada dalam kematian panjang, penderitaanlah yang menuntun jiwaku semakin tegar dan bisa bertahan di sampai hari ini. - Duka Cita - Keluh Pesah - Kesedihan - Gelak tawa kebahagian sungguhku tak bisa di pungkiri rasa itu ."

Jumat, April 03, 2009

Lukaku Terselip Di Kerudungmu, Nona


Lukaku terselip di kerudungmu , nona. terurai kenangan tak menyisakan tempat. menanam benih duka. namun di tenggorokanmu ada sepotong mimpi luruh subuh tadi, menyirat bersama sunyi dicumbui goresan sepi, tak bisa berucap , saat kau meneguk embun pagi. jatuh berderai, dalam bentuk rinai , di gerimis hati.
Lukaku terselip di kerudungmu, nona. semakin rapat tertutupi janji. tersemat bau busuk di ujung leher,menghidu kasturi etika cinta. tiada cita, lenyap di garis tak bertepi. dan mengelus punggungmu, menjadi resah : merayu lekuk nasib memeluk kenyataan.
Nona, lukaku terselip di kerudungmu. dijinjing dosa menanggung perih dan menghubung jasadku pada
Kebeninganmu.
Sepertinya rambut ikalmu menempa luka itu, nona. berbalut kafan di kebumikan waktu, sampai kau sambut hidup baruku melanda kesepian.
Lukaku terselip di kerudungmu, nona. mungkin tak berbekas kesengsaraan, andai saja kau sarungkan
Kesetiaanmu.