"Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan."


Langkah,
sayup gemuruh senja yang keruh
takkala garis nasib melengkung di ujung gerimis
memilih cakrawala serintik tak berlapis awan menjulang
kembali burung-burung selatan pada sepucuk ilalang rindu

Rezeki,
ucap pertama lalu pengampunan berbisik
suci menadah penyesalan
kurenung keikhlasan
menemui
-Mu

Pertemuan,
di akhir tahun dengan sembari nyanyian sepi
pagi menembus tabir-tabir sunyi
petang menempuh buana doa
malam menjelma penjara
menepi di ujung
letih

takdir mengerti
di akhir titik
:Mati

"Aku hanya sekedar memastikan pada jiwaku, bahwa keindahan-keindahan itu tetap ada dan tetap hidup serta bersemayam dalam kesunyian ragaku. Sekiranya hati itu harus merangkak dalam selubung kabut kegetiran atau pun berada dalam kematian panjang, penderitaanlah yang menuntun jiwaku semakin tegar dan bisa bertahan di sampai hari ini. - Duka Cita - Keluh Pesah - Kesedihan - Gelak tawa kebahagian sungguhku tak bisa di pungkiri rasa itu ."

Sabtu, April 11, 2009

embun di matamu

sungguh, kesetian embun pada rumput
seperti rindu menata gelisah
kerut wajahmu. sebuah narasi yang kupunggut dari setumpuk warna berserakan. hitam dan putih saling pergantian saat perjalanan berakhir sempurna. garis patah-patah basah berpadu segumpal mendung berarak lesu. seperti sinar tubuhmu, yang ada hanya memapah obor keraguan. harapan sepatah kata pun menyelusupkan pada punggungku. sepertinya rindu mengemasi separuh usia kulitmu.
butiran embun pada bola matamu, saling bertanya. mencari makna segurat senyum. dan hanya bibir, yang sepertinya tak pernah lelah menerjemahkan gelisah. lalu semakin tersesat gerak tubuhku mengangguk menjawabnya.